Jakarta, Energindo.co.id – Hasil kajian presentase ketersediaan air di wilayah IKN dan sekitarnya menunjukkan bahwa ketersediaan air tinggi/HW sebesar 0,51%, air vegetasi/VW 20,41% dan non air/NW 79,08%. Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Iklim dan Atmosfer, Laras Toersilawati menjelaskan bahwa kajian dilakukan menggunakan data satelit selama kurun waktu dari Januari – Desember 2022.
Studi ini menggunakan citra Sentinel-2A yang dianalisis langsung dari Google Earth Engine (GEE) untuk menghitung tiga indeks spektral, yaitu Indeks Air Permukaan Tanah (LSWI), Indeks Perbedaan Vegetasi Ternormalisasi (NDVI), dan Indeks Perbedaan Air Ternormalisasi (NDWI). Tiga indeks ini digunakan sebagai prediktor dalam model Artificial Neural Network (ANN) atau Jaringan Saraf Tiruan (JST).
“JST atau ANN ini merupakan sistem pemrosesan informasi dengan karakteristik yang mirip dengan jaringan saraf biologis, yaitu jaringan saraf pada otak manusia. JST awalnya dirancang sebagai alat pengenalan pola dan analisis data, yang memiliki keunggulan dibandingkan metode statistik konvensional yang mengharuskan data berdistribusi normal,” terang Laras.
Lebih jauh, Laras menjelaskan bahwa model yang dibuat mengikuti tahapan-tahapan dalam jaringan saraf tiruan, yaitu menentukan arsitektur jaringan saraf tiruan, meliputi lapisan masukan dan keluaran, penyiapan data sampel, pelatihan data sampel, dan pengujian data yang telah dan belum dilatih. Menurut Laras, penginderaan jauh dengan satelit digunakan untuk mendeteksi perubahan kadar air dalam tanah atau vegetasi, dengan menggunakan indeks inframerah dekat (NIR) 0,7–1,3 μm dan SWIR. Tiga metode citra satelit multi-band digunakan dalam penelitian untuk memperkirakan badan air permukaan, yaitu NDVI, NDWI, dan LSWI.
Di sisi lain, Laras menyebutkan dampak jika ketersediaan air di IKN tidak tercukupi, seperti pada perubahan iklim dan lingkungan sehingga dapat menyebabkan berkurangnya hujan (jumlah hari hujan dan curah hujan), serta adanya penurunan kualitas air (asam dan tercemar zat besi). Selain itu, bisa juga menimbulkan dampak sosial dan lingkungan pada peningkatan kebutuhan air, karena pendatang yang tertarik ke IKN bisa meningkatkan kebutuhan air bersih.
Laras mengatakan untuk mengatasi kemungkinan kelangkaan air di IKN, pemerintah dapat membangun bendungan dan sistem perpipaan baru, dan embung. Kedua, membangun hutan kota, dan melakukan konservasi lahan dengan reboisasi atau penanaman pohon pengganti karena alih lahan dari hutan industri eucalyptus menjadi lahan terbangun.
“Penerapan Kota Spons (Sponge City) dengan cara mengelola air hujan secara alami, menyerap dalam tanah, dan memanfaatkan kembali. Serta tak kalah penting melakukan edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat akan pentingnya menghemat dan tidak mencemari air, ini bisa menjadi solusinya,” katanya.