Jakarta, Energindo.co.id – Pernyataan Menteri ESDM Bahlil Lahadalia yang menyebut penurunan lifting minyak Indonesia saat ini terjadi karena adanya kesengajaan agar Indonesia terus melakukan impor minyak mendapat reaksi keras dari berbagai kalangan, termasuk dari akademisi. Fahmy Radhi, pengamat ekonomi-energi dari Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta menganggap pernyataan Bahlil tersebut sebagai bukti ketidakpahamannya soal minyak.
Menteri ESDM, kata Fahmy, tidak paham cadangan minyak dalam negeri sedang turun.
“Bahlil tidak memahami bahwa cadangan minyak Indonesia semakin menurun. Kalau pun masih tersisa, terletak di cekungan yang sulit dicapai untuk dieksplorasi,” kata Fahmy pada Energindo, Senin petang (26/5/2025).
Dalam pandangan Fahmy, menurunnya cadangan minyak itu menyulut investor asing hengkang dari Indonesia.
“Mafia migas tidak bisa menurunkan lifting, tetapi menghalangi penggunaan produksi minyak mentah untuk diolah di kilang Pertamina sehingga kebutuhan kilang harus diimpor,” terangnya.
Seperti diketahui, mantan Menteri BKPM di era Presiden Joko Widodo ini mengatakan terjadinya penurunan lifting minyak Indonesia saat ini karena adanya kesengajaan agar Indonesia terus melakukan impor minyak. “Ini by design,” tegas Bahlil di satu acara di salah hotel berbintang Jakarta Pusat, Senin siang (26/5/2025).
Menurut Bahlil Indonesia pernah menjadi salah satu negara yang disegani di dunia, karena menjadi salah satu yang menginisiasi lahirnya Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC). Pasalnya pada tahun 1996-1997, lifting minyak Indonesia mencapai 1,5 juta sampai 1,6 juta barel oil per day.
Sedangkan konsumsi minyak Indonesia hanya sekitar 500.000 barel oil per day, di mana Indonesia dapat mengekspor minyak hingga 1 juta barel oil per day.