Jakarta, Energindo.co.id – Rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) PT. PLN Indonesia Power di Desa Guluk-Guluk, Kecamatan Guluk-Guluk dan Desa Ketawang Laok, Kecamatan Ganding Kabupaten Sumenep Madura ditolak warga. Pasalnya, pembangunan PLTS selain dianggap merusak ekologis juga lanjut hanya dalam konteks bisnis dan sementara, hanya 25 tahun.Setelah itu, tanahnya akan dimiliki oleh PT. PLN Indonesia Power. Demikian diungkapkan oleh KH. Moh. Naqib Hasan, salah seorang pengasuh Pondok Pesantren (PP) Annuqayah Guluk-Guluk.
“Masyarakat akan kehilangan sekitar 120-an hektare tanah. Kalau nanti setelah PLTS ini dijadikan tambang, lingkungan di sana dan sekitarnya akan rusak,” katanya seperti disinyalir mediajatim.com. Akan sangat tepat, tutur Kiai Naqib, jika pembangunan PLTS yang menggunakan energi terbarukan diletakkan di kepulauan.
“Karena, di kepulauan listriknya terbatas. Tentu, dengan adanya PLTS ini masyarakat kepulauan akan semakin terbantu,” tegasnya.
Aksi penolakan ini ditandai dengan digelarnya istiqhasah Kubra oleh Dewan Persatuan Kiai-Santri dan Masyarakat (Pakar). Istiqhasah bertajuk “Memohon Perlindungan Allah. atas Keselamatan Alam, Air dan Kehidupan Warga dari Ancaman Perusakan Lingkungan” diselenggarakan di Dusun Patapan, Desa Guluk-Guluk, Kecamatan Guluk-Guluk, Sumenep, Sabtu (3/5/2025) malam.
Acara ini dihadiri oleh para kiai dan masyarakat dari Kecamatan Guluk-Guluk, Ganding dan Pragaan.
Lebih lanjut Naqib Hasan menyampaikan bahwa penolakan terhadap pembangunan PLTS berdasarkan prinsip ekologis dan eko-sosial.
“Pembangunan PLTS pasti bakal menebang banyak pohon, menghancurkan zona hijau dan keanekaragaman hayati,” ucapnya, Minggu (4/5/2025).
Jika pohon-pohon ditebang, ujar Kiai Naqib, maka akan berdampak terhadap penurunan daya serap air tanah yang berfungsi mencegah banjir.
“Selain itu, akan menyebabkan hilangnya sumber mata air yang selama ini menopang kehidupan masyarakat dan kekeringan jangka panjang akan berdampak terhadap pondok pesantren serta lahan pertanian warga,” jelasnya.
Sebagai tindak lanjut terhadap penolakan pembangunan PLTS, terang Kiai Naqib, Dewan Pakar bakal menyampaikan penandatanganan penolakan kepada PT. PLN Indonesia Power.
Terkait persoalan ini, Dardiri Zubairi, aktivis lingkungan hidup, mengutarakan akan banyak proyek besar di Sumenep yang pasti membutuhkan banyak lahan. Salah satunya proyek PLTS ini, kata Dardiri, disamping proyek PLTG yang menurut rencana akan dibangun di Kecamatan Saronggi.
“Untuk apa proyek besar ini dibangun? Buat pasokan listrik keluarga? Tentu tidak. Proyek ini dibangun untuk memberi kenyamanan bagi investor yang butuh pasokan listrik besar,” terang alumnus IAIN, kini UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini pada Energindo, Senin (5/5/2025).
Pria asli Sumenep ini pun mewanti-wanti. “Siap-siaplah, tanah dan lahan di sekitar Anda pesisir atau daratan, tegalan atau sawah atau bahkan tanah perbukitan (yang mengandung karst yang berfungsi sebagai tandon air) suatu saat akan disikat,” katanya.
Dia melanjutkan, “Mumpung belum terlambat,bergeraklah dan bersuaralah seperti para kiai pesantren yang mulai turun gunung”.