“Rasanya nyaman, smooth, dan sampai tepat waktu”, demikian ungkap Grace Mauna setelah turun dari pesawat Pelita Air, dengan rute penerbangan Jakarta-Bali, 20 Agustus 2025. Namun ketika ditanya bagaimana kesannya bahwa bahan bakar yang digunakan maskapai itu dicampur dengan minyak jelantah, dengan setengah kaget Grace menjawab: “Really!”. Setelah agak tenang, manajer di sebuah bank swasta ini melanjutkan: “gak apa-apa sih, yang penting sudah melalui penelitian, serta tidak mengganggu kenyamanan dan keamanan penerbangan”, ungkapnya sambil membetulkan kaca mata.

Pelita Air sedang mengisi SAF yang diproduksi PT Pertamina
Ya, setelah melalui serangkaian penelitian, PT Pertamina berhasil membuat Sustainable Aviation Fuel (SAF) yang berbahan baku Used Cooking Oil (UCO) atau minyak jelantah. Hasilnya diujicobakan pada Pelita Air dan dinyatakan berhasil dengan baik.
SAF merupakan bahan bakar pesawat berkelanjutan yang dihasilkan melalui teknologi co-processing antara Kerosene dan minyak jelantah. SAF telah sukses diproduksi di Kilang Pertamina RU IV Cilacap, dan merupakan pengembangan pertama di Indonesia yang memenuhi standar kualitas internasional DefStan 91-091.
Direktur Utama Pertamina Simon Aloysius Mantiri menjelaskan bahwa SAF telah mengantongi sertifikat International Sustainability & Carbon Certification (ISCC) sesuai standar Carbon Offsetting and Reduction Scheme for International Aviation (CORSIA) dari mulai pengumpulan UCO-nya, fasilitas produksi di kilang, sampai kepada fasilitas transportasi/distribusi SAF
“SAF juga sudah tersertifikasi oleh Renewable Energy Directive European Union (RED EU). Seluruh sertifikasi yang diperoleh merupakan bukti bahwa rantai pasok SAF telah memenuhi standar keberlanjutan global, serta dapat digunakan dalam penerbangan internasional,” ungkap Simon penuh semangat.
Meski minyak jelantah yang dicampurkan hanya 2,5 persen, tapi keberhasilan itu menjadi tonggak sejarah bagi dunia penerbangan karena mampu menggunakan minyak jelantah yang sudah tidak terpakai lagi. Bagi Pertamina, ini merupakan catatan dengan tinta emas bahwa bangsa Indonesia bisa mendaur ulang minyak jelantah menjadi komoditas yang sangat berharga.
Untuk Kawasan Asia Tenggara, Pertamina merupakan satu-satunya perusahaan yang berhasil yang mampu membuat bahan bakar pesawat dengan campuran minyak jelantah.
Berdasarkan pengujian, SAF produksi Pertamina mampu mengurangi emisi karbon hingga 84 persen dibandingkan bahan bakar konvensional. Pencapaian ini sebagai wujud kontribusi Pertamina untuk Indonesia.
Penggunaan minyak jelantah sebagai bahan bahan bakar pesawat juga mengangkat ekonomi rakyat. Hal ini karena untuk mendapatkan minyak jelantah, Pertamina membutuhkan partisipasi masyarakat. Untuk itu, Pertaminatelah meluncurkan inisiatif UCollect, yaitu program mengajak masyarakat secara aktif untuk menjadi bagian dari ekosistem energi bersih dengan mengumpulkan minyak jelantah rumah tangga.
Potensi minyak jelantah di Indonesia sangat besar, yaitu sekitar 3 juta ton pertahun. Semuanya bisa didaur ulang menjadi campuran bahan bakar pesawat terbang atau minimal menjadi campuran solar, sekaligus mendukung Pemerintah yang akan mengesahkan penggunaan biodiesel B-50 pada 2026 nanti. Ini berarti, pada 2026 nanti, biodiesel yang beredar di Indonesia separuhnya berbahan nabati dari minyak sawit. Nah, kalau saja minyak jelantah sudah bisa menjadi bahan bakar pesawat, maka untuk diolah menjadi solar akan lebih memungkinkan lagi. Keputusan Mandatori B-50 untuk solar sudah diumumkan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, saat menjadi pembicara utama di Investor Daily Summit 2025, 9/10/2025. Di hadapan para pelaku industri, Bahlil secara terbuka menyatakan bahwa implementasi program mandatori biodiesel B-50 akan menjadi tonggak sejarah bagi swasembada bahan bakar solar.
Ketika B-40 (40 persen solar berbahan nabati dari sawit), Pemerintah menghemat devisa USD40,71 miliar. Kalau B-50 dilaksanakan, maka penghematan akan bertambah USD10,7 miliar. Nah, kalau minyak jelantah olah menjadi bahan bakar pesawat, maka sudah pasti penghematan devisa akan bertambah lagi. Ini semua akan berdampak pada kemandirian energi dan kedaulatan ekonomi nasional.
Masyarakat bisa menukarkan minyak jelantah di titik-titik pengumpulan yang telah disediakan, seperti UCollect Box di sejumlah SPBU dan rumah sakit IHC Pertamina. Daftar lengkap lokasi dapat dilihat di aplikasi MyPertamina atau melalui tautan https://mypertamina.id/ubah-jelantah-jadi-rupiah.
Tidak hanya itu, Pertamina juga telah membangun kemitraan kolektif untuk mengumpulkan minyak jelantah dari berbagai sektor komersial, seperti hotel, restoran, kafe (HoReCa), serta industri lainnya.
“Peran serta publik dalam Pertamina SAF diharapkan akan mendorong peningkatan produksi bahan bakar pesawat yang ramah lingkungan secara berkelanjutan,” imbuh Vice President Corporate Communication Pertamina Fadjar Djoko Santoso.
Sementara itu, sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Dadan Kusdiana mengatakan Kementerian ESDM mendukung serta mendorong pengembangan energi bersih dan ramah lingkungan.
“SAF diharapkan menjadi salah satu pilar ketahanan, swasembada, dan kemandirian energi nasional. Pertamina bersama seluruh stakeholder sudah membuktikan bahwa kita ini raja untuk biodiesel di dunia. Ke depan, kita harus mampu menjadi raja bahan bakar pesawat dengan minyak jelantah,” ungkap Dadan penuh motivasi.












































































