Jakarta, Energindo.co.id – Pendidikan yang baik dapat mengubah mind set dan perilaku manusia. Mengubah kebiasaan tidak baik menjadi baik. Dari tindakan tidak ramah lingkungan hidup berubah menjadi ramah dan peduli lingkungan. Syaratnya, dilakukan tanpa kenal lelah, semangat pantang menyerah, gigih, support dari berbagai kalangan dan berkelanjutan.
Salah satu contoh keberhasilan pendidikan dapat mengubah perilaku anak didik dilakukan oleh Siti Kamilah, guru di SMPN 3 Putik dan Pembina Sekolah Adiwiyata Kabupaten Kepulauan Anambas. Program yang disupport PT Medco Energi Internasional Tbk (MedcoEnergi) melalui anak usahanya Medco E&P Natuna Ltd, berada di wilayah operasi Blok B. daerah terluar Indonesia di Laut Natuna, Kepulauan Riau.
Menurut penuturan Siti, guru pendatang dari Bandung, Jawa Barat ini, dirinya ditentang habis-habisan ketika hendak menerapkan pendidikan pola hidup bersih di lembaga tempatnya mengabdikan diri. Dia sedih melihat tumpukan dan serakan sampah di hampir setiap sudut dan ruang kosong. Ia dibiarkan teronggok hingga bau busuk meruap dan menyebar kemana-mana.
“Di mana ada ruang kosong, di situ sampah menumpuk. Dan menjadi tempat pembuangan sampah. Setiap ada sampah, disitu pula dijadikan tempat pembuangannya. Sampah itu dibakar yang asapnya mengganggu proses belajar,” kata Siti dalam acara dialog bertajuk “Membangun Generasi Peduli Lingkungan Hidup di Wilayah Terluar Indonesia” pada Selasa (20/5/2025) pukul 12.00-12.30 WIB di Booth MedcoEnergi Hall 3A, dalam acara dialog Indonesia Petroleum Association Convention & Exhibition (IPA Convex) 2025, ICE BSD Tangerang Selatan Jawa Barat.
Tantangan pertama bukan dari siswa-siswi didiknya yang berjumlah total 103 anak dari kelas VII – IX. Melainkan dari para sejawat guru. Saat itu, tahun 2015, sebagai guru muda perantau, dirinya dianggap masih bau kencur dan cetek pengetahuannya tentang Anambas. “Jangan sok tahu soal Anamba! Jangan ajari kami, penduduk asli. Kamu masih baru di sini!,” ungkap Siti, menirukan ucapan sindiran kawan seprofesinya.
Diakui perempuan kelahiran 11 Nopember 1978 ini, mulanya sangat sulit untuk mendapatkan dukungan dari para guru dan kepala sekolah untuk turut memberikan pengertian dan penyadaran tentang pentingnya pengelolaan sampah dan lingkungan hidup. Tapi berkat pendampingan dari Medco yang terus-menerus, berupa beragam pelatihan lingkungan hidup, Siti memperoleh kepercayaan diri lagi. Dukungan moral yang memompa sekaligus menguatkan kembali adrenalin niat mulianya.
Kendati sindiran yang menyesakkan dada diterima Siti nyaris setiap hari, namun Ibu dua anak ini tidak bergeming sedikit pun. Dia malah semakin mantab dengan misi perjuangannya; mewariskan pendidikan ramah lingkungan. Sebut saja dengan menata ulang pengelolaan sampah, merevitalisasi taman-taman bunga, aksi tanam pohon dan perkebunan hingga kampanye hemat energi.
Memang tidak mudah mengubah kebiasaan lama yang telah berakar-urat sekian puluh tahun. Tidak semudah seperti membalikkan tangan. Dibutuhkan kegigihan, keteguhan niat, dan mental baja. Tidak selesai dalam tenggat sehari, dua hari, seminggu dua minggu atau berhitung bulan. Tetapi berkelanjutan dari tahun ke tahun. Sebab aktivitas ini berkaitan erat dengan mind set yang menular ke perilaku.
Benar pepatah Arab, “Seberapa keras usahamu, sebegitu pula hasil yang bakal engkau capai”. Perjuangan gigih Siti tidak berada di ruang kosong. Pelan tapi pasti, daya dobrak pengorbanan tenaga dan pikiran perempuan berhijab ini menorehkan hasil, perubahan mind set dan perilaku anak didiknya.
Pertama, perubahan dari warga sekolah. Mulai dari kepala sekolah, guru, siswa-siswi hingga kantin. “Semuanya peduli terhadap tata kelola sampah, lingkungan hidup dan hemat energi,” ujar Siti. Kedua, adanya pembelajaran berbasis lingkungan. Misalnya, pengelolaan sampah yang menjadi obyek pembelajaran hingga masuk mata ajar.
Anak didik, lanjut Siti, tidak hanya menguyah teori di otaknya tentang sampah di dalam kelas tetapi mempraktikkan langsung pengelolaan sampah di lingkungan sekolah. Outputnya kegiatan belajar-mengajar berlangsung menyenangkan. Para siswa-siswi tidak sekadar membawa pulang ilmu tetapi jauh lebih tinggi, yaitu nilai hidup dan kehidupan yang peduli sekaligus ramah lingkungan. Inilah substansi pendidikan lingkungan hidup. Ketiga, lingkungan menjadi lebih baik dan nyaman. Dahulu kala, lingkungan sekolah disebut sebagai Pagar Kumis (Panas Gersang Kumuh Miskin), kini menjelma menjadi Rindu Asih (Rindang Teduh Asri Bersih).
Berkat kampanye hemat energi, lanjut Siti, pembayaran listrik di sekolah jauh lebih efisien. Biasanya per bulan mencapai Rp 700.000 sekarang dapat dihemat Rp600.000. Caranya? “Mematikan listrik atau menanggalkan colokan-colokan yang tidak diperlukan,” tutur Siti.
Dampak positif lainnya, ujar Siti, sekolahnya mengalami perubahan signifikan. Volume sampah berkurang hingga 40%, penghematan listrik dan air mencapai 25%, dan ekosistem pesisir mulai dipulihkan dengan penanaman 200 bibit mangrove. Selain itu, siswa dan guru menunjukkan peningkatan partisipasi dalam aksi-aksi lingkungan berskala lokal hingga nasional.
Jamak diketahui, Anambas adalah kepulauan kecil. Untuk mencapai Anambas dibutuhkan waktu tempuh 20 jam lewat jalur laut. Umumnya warga memanfaatkan jasa transportasi kapal berukuran kecil bila hendak pergi dan mudik ke Anambas. Boleh jadi karena letaknya di tengah lautan, kondisi alamnya gersang dan kering. Di sana tidak ada sumber mata air yang besar, seperti sungai. Wilayah daratannya terbatas sehingga minim tanaman, Bila tiba musim kemarau, Anambas dilanda kekeringan hebat. Karena itu, setiap siswa-siswi membawa air di dalam botol sebagai bekal saat pergi ke sekolah.
Melihat situasi tersebut, pihaknya memberi penyadaran kepada warga pentingnya gerakan penghijauan. Kampanye ini pun memunculkan upaya swadaya warga membuat saluran-saluran air skala mini. Sumber mata airnya berasal dari kebun-kebun milik warga. Alhasil, saat ini muncul beberapa titik sumber mata air dari tanaman kebun. Kebetulan salah satu kebun warga berdekatan sekolah sehingga sumber mata airnya dapat dialirkan ke sekolah.
“Di sekolah, kami memberi pemahaman ke anak didik untuk tidak menebang pohon. Sebab pohon di kebun menjadi sumber mata air,” kata Siti. Pemahaman inilah yang kemudian ditularkan siswa-siswi ke keluarganya masing-masing.
Pengakuan ini diamini oleh Kemal A. Massi, Mgr. FR & Community Enhanc. Block B. “Dampak perubahan perilaku anak sekolah terhadap lingkungan hidup sangat dirasakan. Mereka menularkan sikap ramah lingkungan kepada keluarganya. Dan keluarga tersebut menularkan perilaku dan sikap ramah lingkungan kepada masyarakat sekitarnya,” ujar Kemal dalam kesempatan dialog tersebut. Dengan demikian, imbas pendidikan di sekolah turut memengaruhi perubahan sikap dan perilaku warga masyarakat terhadap lingkungan hidup.
Oleh sebab itu, masuk akal pula bila salah satu pilar program CSR MedcoEnergi adalah Pendidikan. Pasalnya, melalui pendidikan tolak ukur keberhasilan sebuah program CSR lebih terukur dan tidak terlalu luas.
Medco mulai masuk ke sekolah ini tahun 2015. Mulanya melakukan perkenalan dan membuat road map. Baru pada tahun 2016 membuat program sesuai road map.
Buah perjuangan Siti dan para guru di lembaga pendidikan di Anambas ini terdengar hingga ke telinga pihak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Karena itu, tidak heran bila perempuan yang telah 17 tahun mengabdikan diri sebagai pendidik ditahbiskan menjadi Pembina Sekolah Adiwiyata di Kabupaten Kepulauan Anambas Provinsi Tanjung Pinang.
Menurut Siti Sekolah Adiwiyata merupakan apresiasi dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, yang berhasil menerapkan pendidikan lingkungan hidup di sekolah. Sekolah tersebut telah dinilai berkontribusi besar terhadap perbaikan dan peubahan lingkungan.
Level Adiwiyata berjenjang. Mulai dari Adiwiyata tingkat kabupaten, Adiwiyata tingkat provinsi, Adiwiyata tingkat Nasional, dan Adiwiyata Mandiri hingga Adiwiya tingkat ASEAN. Kini tengah dipromosikan masuk ke level Adiwiyata Mandiri, ungkap Kemal.
Namun yang jauh lebih penting, imbuh Kemal, Sekolah Adiwiyata berkontribusi menjadi sekolah berwawasan lingkungan yang membawa angin segar perubahan mind set, perilaku dan sikap anak didik hingga masyarakat menjadi lebih peduli dan ramah terhadap lingkungan hidup.
Apresiasi Plt. Dirjen Migas dan Bupati Anambas
Apa yang telah digagas dan dilakukan MedcoEnergi di Anambas memperoleh apresiasi dari Pemerintah. Melalui Plt. Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migas) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (Kementerian ESDM) Tri Winarno.
“Pemerintah tentu mendukung pelaksanaan CSR yang dilakukan oleh perusahaan hulu migas, seperti Medco, termasuk untuk bidang Pendidikan dan Lingkungan. Lingkungan Hidup saat ini menjadi penting dan harus merupakan bagian dari aspek pembangunan dan perekonomian,” kata Tri Winarno pada Energindo, Selasa (20/5/2025).
“Masyarakat sekitar proyek harus mendapatkan manfaat langsung, sehingga punya rasa memiliki dan menjadi bagian dari keberhasilan proyek tersebut,” lanjutnya.
Lebih lanjut, Tri Winarno mengutarakan bahwa program CSR agar terus didorong dan turut melibatkan pemerintah daerah setempat agar program lebih berkelanjutan dan tepat sasaran serta lebih bermafaat guna.
Selain Dirjen Migas, tanggapan juga datang dari Bupati Kepulauan Anambas, Datu’ Aneng. Menurut Datu’ Aneng, program CSR MedcoEnergi yang masuk di Anambas melalui pendidikan membangun generasi peduli lingkungan hidup melalui sekolah Adiwiyata sangat membantu untuk generasi peduli lingkungan di Anambas
“Saran saya agar semakin banyak program CSR perusahaan masuk untuk membantu program pemerintah daerah,” kata Datu’ Aneng pada Energindo, Rabu (21/5/2025).
Sebagai catatan, Adiwiyata adalah sebuah program pemerintah Indonesia yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan pengetahuan warga sekolah tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Program ini mendorong sekolah untuk menjadi lebih peduli dan berbudaya lingkungan, serta mengembangkan berbagai kegiatan dan program yang ramah lingkungan.
Secara harfiah, Adiwiyata berasal dari bahasa Sansekerta, di mana “Adi” berarti besar, agung, baik, ideal, atau sempurna, sedangkan “Wiyata” berarti tempat untuk memperoleh ilmu pengetahuan, norma, dan etika. Jadi, Adiwiyata secara keseluruhan berarti tempat yang ideal untuk mendapatkan ilmu pengetahuan dan norma yang mendukung kehidupan yang berkelanjutan dan bertanggung jawab terhadap lingkungan.