Jakarta, Energindo.co.id – Industri hulu minyak dan gas bumi (migas) terus memainkan peran strategis dalam mendukung pembangunan ekonomi nasional yang berkelanjutan. Sebagai bagian dari Subholding Upstream Pertamina, PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) menunjukkan komitmen kuat melalui kontribusi nyata terhadap penerimaan negara dan penguatan ketahanan energi nasional.
Sejak alih kelola Wilayah Kerja Rokan pada Agustus 2021, PHR telah menyetorkan Rp115,79 triliun ke kas negara hingga akhir 2024. Jumlah tersebut mencakup pendapatan migas, pajak penghasilan, pajak daerah, serta penghargaan dari Kementerian Keuangan dan Pemerintah Daerah, menunjukkan betapa strategisnya peran PHR dalam menopang perekonomian nasional.
Memasuki awal tahun 2025, PHR merampungkan proses restrukturisasi organisasi dengan menggabungkan Zona 1, Zona Rokan, dan Zona 4 ke dalam satu entitas baru bernama Regional 1 Sumatra. Wilayah operasinya kini mencakup area luas dari Aceh hingga Sumatra Selatan. Langkah ini bukan semata-mata penyederhanaan administratif, tetapi bagian dari strategi besar untuk mengintegrasikan rantai nilai hulu migas secara lebih efisien dan optimal.
“Kami lebih efisien, sekaligus memperkuat peran PHR dalam menjaga ketahanan energi nasional,” ujar Eviyanti Rofraida, Corporate Secretary PT Pertamina Hulu Rokan.
PHR tidak berjalan sendiri. Dalam upaya memperkuat kontribusi migas terhadap pembangunan nasional, SKK Migas mencatat sejumlah pencapaian hulu migas pada semester I 2025. Diantaranya, Lifting minyak mencapai 578 ribu barel per hari (bph) atau 95,5% dari target APBN. Sementara produksi gas sebesar 6.820 MMSCFD, melebihi target APBN sebesar 5.628 MMSCFD.
Untuk total produksi migas nasional mencapai 1,797 juta BOEPD, atau 111,6% dari target. Investasi di sektor ini mengalami peningkatan 28,6% dibandingkan tahun sebelumnya, mencapai Rp118 triliun, dan penerimaan negara telah tercatat sebesar Rp95,26 triliun, atau 45,1% dari target tahunan.
“Dengan tren kenaikan yang konsisten, SKK Migas optimistis target tahunan sebesar 1.610 MBOEPD akan tercapai,” ungkap Djoko Siswanto, Kepala SKK Migas.
Lebih jauh, industri hulu migas juga memberikan dampak berganda (multiplier effect) yang berdampak cukup signifikan terhadap pembangunan sosial dan ekonomi di daerah, terutama di kawasan Sumatera Bagian Utara (Sumbagut).
Merujuk pada buku berjudul Multiplier Effect Industri Hulu Migas, tercatat bahwa sektor ini mampu menghasilkan pendapatan bruto sebesar USD 8,93 miliar dari investasi USD 5,35 miliar sepanjang 2023. Sementara Dana Bagi Hasil (DBH) migas sebesar Rp4,607 triliun, didominasi oleh Provinsi Riau, menjadi kontribusi penting bagi keuangan daerah.
Industri turunan yang mencakup sektor petrokimia, pupuk, plastik, dan farmasi berkembang seiring penguatan rantai pasok migas, sementara Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dari sektor ini menyumbang hampir separuh dari total PBB nasional. Program Pengembangan Masyarakat (PPM) senilai Rp63,8 miliar di tahun 2023 juga menunjukkan fokus pada pembangunan infrastruktur dan pemberdayaan ekonomi masyarakat.
Serupa, studi SKK Migas menunjukkan, setiap US$1 juta investasi di sektor ini bisa mendorong pertumbuhan PDB sebesar US$1,4 juta dan nilai produksi barang/jasa hingga US$1,5 juta. Migas tak sekadar komoditas—ia adalah pemacu ekonomi lintas sektor.
Komitmen terhadap industri lokal juga turut diperlihatkan. Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) pada 2022 mencapai 64,7%, jauh melampaui target pemerintah sebesar 57%. Penyerapan tenaga kerja lokal pun meningkat hingga 35%, dan di berbagai daerah, industri ini meningkatkan roda perekonomian lokal sebesar 60,5% melalui efek ganda aktivitas ekonomi. Penerimaan Daerah dari sektor migas turut memperkuat Pendapatan Asli Daerah (PAD), terutama melalui pajak air, listrik, dan pajak-pajak lainnya.
Dengan restrukturisasi strategis dan sinergi antara pemerintah, pelaku industri, serta masyarakat, PHR Regional 1 Sumatra bukan hanya bertindak sebagai pengelola energi nasional, tetapi juga sebagai penggerak nilai ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan di wilayah operasinya.