Jakarta, Energindo.co.id
– Menanggapi isu yang berkembang di masyarakat dan beberapa media, Pertamina Patra Niaga Subholding Commercial & Trading PT Pertamina (Persero) menegaskan tidak ada pengoplosan Bahan Bakar Minyak (BBM) Pertamax. Kualitas Pertamax dipastikan sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan pemerintah yakni RON 92.
“Produk yang masuk ke terminal BBM Pertamina merupakan produk jadi yang sesuai dengan RON masing-masing, Pertalite memiliki RON 90 dan Pertamax memiliki RON 92. Spesifikasi yang disalurkan ke masyarakat dari awal penerimaan produk di terminal Pertamina telah sesuai dengan ketentuan pemerintah,” ujar Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga Heppy Wulansari, Selasa (25/2/2025).
Heppy melanjutkan, treatment yang dilakukan di terminal utama BBM adalah proses injeksi warna (dyes) sebagai pembeda produk agar mudah dikenali masyarakat. Selain itu juga ada injeksi additive yang berfungsi untuk meningkatkan performance produk Pertamax.
“Jadi bukan pengoplosan atau mengubah RON. Masyarakat tidak perlu khawatir dengan kualitas Pertamax,” jelas Heppy.
Pertamina Patra Niaga melakukan prosedur dan pengawasan yang ketat dalam melaksanakan kegiatan Quality Control (QC). Distribusi BBM Pertamina juga diawasi oleh Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas).
“Kami menaati prosedur untuk memastikan kualitas dan dalam distribusinya juga diawasi oleh Badan Pengatur Hilir Migas,” tutur Heppy.
Heppy melanjutkan, Pertamina berkomitmen menjalankan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance/GCG) untuk penyediaan produk yang dibutuhkan konsumen.
VP Corporate Communication Pertamina Fadjar Djoko Santoso menambahkan bahwa Pertamina senantiasa berkomitmen untuk menjaga kualitas mutu BBM yang didistribusikan ke masyarakat.
“Masyarakat tidak perlu khawatir, produk Pertamina yang dijual telah melalui rangkaian uji untuk memastikan dalam kualitas prima,” jelas Fadjar.
Pertamina sebagai perusahaan pemimpin di bidang transisi energi, berkomitmen dalam mendukung target net zero emission 2060 dengan terus mendorong program-program yang berdampak langsung pada capaian Sustainable Development Goals (SDGs). Seluruh upaya tersebut sejalan dengan penerapan Environmental, Social & Governance (ESG) di seluruh lini bisnis dan operasi Pertamina.
Sebagai catatan, jika melihat dari laporan terbaru Kejagung, dalam pengadaan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga, salah satu tersangka yaitu Riva Siahaan (RS) melakukan pembelian (pembayaran) untuk Ron 92.
Padahal sebenarnya hanya membeli Ron 90 atau lebih rendah kemudian dilakukan blending di Storage/ Depo untuk menjadi Ron 92 dan hal tersebut tidak diperbolehkan.
Dan pada saat telah dilakukan pengadaan impor minyak mentah dan impor produk kilang, menurut Kejagung diperoleh fakta adanya mark up kontrak shipping (pengiriman) yang dilakukan oleh tersangka Yoki Firnandi (YF) selaku Direktur Utama PT Pertamina International Shipping sehingga negara mengeluarkan fee sebesar 13% s.d. 15%.
Hal ini membuat tersangka Muhammad Kerry Andrianto Riza (MKAR) mendapatkan keuntungan dari transaksi tersebut;
Akibat adanya beberapa perbuatan melawan hukum tersebut, Kejagung menyebut adanya kerugian negara sekitar Rp193,7 triliun, yang bersumber dari komponen sebagai berikut:
1. Kerugian Ekspor Minyak Mentah Dalam Negeri sekitar Rp35 triliun.
2. Kerugian Impor Minyak Mentah melalui DMUT/Broker sekitar Rp2,7 triliun.
3. Kerugian Impor BBM melalui DMUT/Broker sekitar Rp9 triliun.
4. Kerugian Pemberian Kompensasi (2023) sekitar Rp126 triliun.
5. Kerugian Pemberian Subsidi (2023) sekitar Rp21 triliun.