Jakarta, Energindo.co.id – Sabtu siang di Dusun Korma, sinar matahari begitu terik. Menyengat tubuh. Tetapi 6 pria berkaos tidak menghiraukan sengatan sinar matahari. Walau air keringat banjiri tubuh. Mereka terus bahu membahu menaikkan panel-panel surya ke atas tower air tawar. Tingginya 7 meter. Dengan tangga kayu. Tekad mereka, membantu warga Dusun Tanjung Pagar, yang berjarak 1 km dari tower air tawar, untuk mendapatkan air bersih. Kurang lebih 2,5 jam kerja menaikkan panel surya bisa tuntas. Kala itu, Sabtu 27 Mei 2023.
Kini, 1 tahun 3 bulan berlalu, manfaat solar panel benar-benar dirasakan warga. Mereka tidak lagi kesulitan memperoleh air bersih. Pemasangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dan wind turbine membawa angin perubahan dan memiliki multiplier effect yang sangat besar bagi masyarakat. Selain difungsikan sebagai penggerak air bersih melalui pipa yang menghidupkan ekonomi rumah tangga, solar panel juga digunakan sebagai penunjang kegiatan di Balai Desa, Rumah Industri hingga Puskemas Pembantu dan sarana olahraga di Desa Pagerungan Kecil Sumenep Madura. Melalui pipanisasi air bersih, warga tidak lagi berburu air minum ke sumur-sumur dusun tetangga yang jaraknya sangat jauh. Bahkan harga air per liter yang dialirkan dari pipa bertenaga matahari ini jauh lebih ekonomis. Karenanya tidak berlebihan bila dikatakan Desa Pagerungan Kecil menjadi satu-satunya desa di Kepulauan Kabupaten Sumenep yang memanfaatkan energi baru terbarukan hybrid PLTS dan wind turbine.
Zainullah Adnan, warga Dusun Tanjung Pagar menuturkan, sebelum pipa air bersih dibangun, warga dusun mencari dan mengambil air ke arah timur dan tenggara dari dusunnya. “Jarak tempuhnya jauh. Sekitar 2 – 3 km dengan sepeda ontel,” tuturnya, Rabu (21/8/2024). Namun dengan dibangunnya pipa air bersih dengan tenaga listrik surya, harga air bersih per liter bisa lebih murah. “Harga sangat terjangkau, Rp10.000 per 1000 liter. Padahal dulu, saat pipa air bersih masih digerakkan mesin diesel harga air per jerigen volume 25 liter dipatok Rp1000,” ungkapnya. Kendati high cost, keberadaan Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) menjadi media penerangan warga di pulau ini. Selain sangat terbatas harga listrik PLTD mencekik leher. “PLTD ini termahal sedunia. Dengan daya 4 Ampere diharuskan membayar Rp435.000 per bulan. Durasinya penerangan listriknya sekitar 5 jam setiap hari/malam,” tutur Zainullah.
Keluarga Zainullah memanfaatkan air bersih selain diminum sehari-hari juga digunakan untuk mencuci pakaian, mandi dan kebutuhan penunjang ekonomi lainnya.
Menurut Waisul, Sekretaris Desa Pagerungan Kecil, wilayahnya termasuk daerah sulit air bersih. Oleh sebab itu, Pemerintah Desa menganggarkan pembangunan pipa air bersih. Setelah pipa terbangun muncul masalah baru; ketiadaan aliran listrik. Bila menggunakan PLTD, biaya operasional tinggi. Imbasnya, harga air ke user akan melonjak. Pasti membebani warga. Di titik inilah muncul ide: inovasi pipanisasi air bersih dengan PLTS. Sebab listrik dari PLN tetapi tidak maksimal dan memadai.
Dari penuturan Waisul, kapasitas PLTS yang dipasang sebesar 2000 Watt. Bisa mengalirkan air hingga durasi 20 jam per hari. Pipa air bersih tersebut mampu memenuhi 150 Kepala Keluarga (KK) dengan ukuran tandon 7 ton. Saat ini masih terdapat 200 KK pendaftar baru yang belum dapat diakomodir.
“Warga bersyukur karena bisa menikmati air bersih langsung ke rumah dan kamar mandi mereka,” kata Waisul pada Energindo, Sabtu (20/7/2024). Kondisi ini juga meningkatkan taraf ekonomi desa karena pengelolaannya diserahkan ke Badan Usaha Milik Desa
(BUMDES).
Menurut Waisul, warga yang memanfaatkan fasilitas air pipa dikenakan biaya administrasi. Hal tersebut bergantung pada jumlah meteran yang digunakan. Per satu meter dicash Rp 10 000 (1 meteran air 1000 liter).
Pemanfaatan air bersih ini pun beragam. Warga kelas menengah atas, menggunakan air bersih untuk mandi dan lain-lainnya. Sedang warga menengah kelas menengah ke bawah, air dipergunakan untuk kebutuhan masak-memasak dan minum.
Waisul juga menceritakan perawatan pembangkit ini. Biasanya per 3 tahun.
“Bila musim kemarau tiba, debu-debu yang menempel di panel surya yang dibersihkan,” ujarnya seraya mengimbuhkan saat tiba musim penghujan PLTS tidak berfungsi digantikan wind turbine.
Tidak hanya menggerakkan pipa air bersih, energi panel surya juga dimanfaatkan sebagai penunjang kegiatan di kantor kelurahan. Menurut Kepala Desa Pagerungan Kecil, Halilurrahman, semula fungsinya hanya untuk mencetak surat-surat melalui printer dan penggunaan laptop. “Bukan untuk penerangan,” katanya pada Energindo, Sabtu (24/8/2024).
Dia mengungkapkan, pada tahun 2022, pemerintah desa menerima bantuan panel surya. Kapasitasnya mencapai 3000 Watt. Aliran listriknya dimanfaatkan untuk mendukung kegiatan pelayanan di kantor Desa dan Puskesmas Pembantu. Hal ini diamini oleh Kepala Puskesmas Pembantu (Pustu), Saleh Al Huraibi. “Alhamdulillah! Adanya bantuan PLTS dapat menyala sampai 24 jam sehingga memudahkan kami dapat melakukan tindakan medis,” kata Saleh. Sebelum adanya penerangan PLTS, pihak Pustu mengalami kesulitan penerangan listrik. Tidak jarang memakai genset, yang menyala hingga pukul 22.00. Selanjutnya menggunakan lampu accu.
Seiring perjalanan waktu, Desa Pagerungan Kecil memeroleh bantuan hybrid PLTS dan wind turbine. Dengan energi ramah lingkungan ini warga dapat menikmati tayangan televisi, sejuknya angin dari kipas angin, alat pemanas air dan charger handphone. “Di siang hari, warga berduyun-duyun datang ke kantor kelurahan untuk menumpang nge-charge hpnya,” ujar Halilurrahman sembari menambahkan pengembangan ekonomi desa melalui pembangunan Rumah Industri.
Pembangunan Rumah Industri diambil dari dana tambahan desa. Besarannya Rp134.000.000 dari Kementerian Keuangan. Dana tersebut dipergunakan untuk membeli pabrik es mini. Tetapi kendalanya, lagi-lagi keterbatasan strum listrik. Belakangan kendalanya teratasi melalui support PLTS berkapasitas 7 KW. Panel surya ini diterima pada Januari 2024. Melalui PLTS, bisnis pabrik es mini, freezer dan bakso ikan dapat berputar menggerakkan roda ekonomi warga. Rumah Industri menangguk cuan. Sekitar Rp 4-6 juta per bulan.
Menjelang tutup tahun 2024, warga Pagerungan Kecil juga memperoleh bantuan PLTS berkapasitas 2 KW yang dipergunakan sebagai penerangan untuk sarana gedung olahraga; lapangan bulu tangkis dan sepak bola futsal.
Berkat kesuksesan mengembangkan energi terbarukan melalui hybrid PLTS dan wind turbine, Desa Pagerungan Kecil telah 2 kali dikunjungi oleh dosen Politeknik Elektronika Negeri Surabaya dan Politeknik Negeri Manufaktur Bandung. Tidak hanya itu, University of Southampton Inggris dan Coventry University Inggris berkolaborasi dengan Desa Pagerungan Kecil. Para akademisi tersebut bersepakat menjadikan Pagerungan Kecil sebagai desa percontohan berdikari energi berbasis EBT (Energi Baru Terbarukan). Mereka juga sedang meneliti untuk mengembangkan energi berbasis arus laut.
Jejak menuju mandiri energi
Penduduk Pagerungan Kecil meyakini, tidak ada peningkatan ekonomi tanpa ada penerangan listrik. Tidak ada kemajuan pendidikan tanpa dibarengi listrik. Listrik diyakini menjadi salah satu sumber peningkatkan ekonomi.
Bayangkan, pulau berpenduduk kurang lebih 11.000 jiwa dengan luas
4,860 km2 ini belum menikmati kilatan setrum listrik PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) sejak masa Kolonial.
Padahal wilayah ini memiliki potensi ekonomi tinggi. Masyhur sebagai pusat penangkapan ikan. Para nelayan dari Pulau Raas, Sepudi, Probolinggo dan daerah sekitarnya berlomba-lomba menyambangi. Tujuannya berburu ikan. Karena itu, Pagerungan Kecil mutlak membutuhkan listrik. Listrik sebagai penunjang pengelolaan dan hilirisasi industri ikan sehingga memiliki nilai tambah ekonomis. Muaranya mendongkrak taraf kehidupan dan pendidikan warga.
Apalagi di Sapeken dan wilayah perairannya (offshore) terdapat Blok Migas Kangean yang dioperatori Kangean Energy Indonesia Ltd (KEI). Pusatnya terdapat di Pulau Pagerungan Besar.
Karena itu, masuk akal bila warga Pagerungan Kecil tanpa batas lelah berjibaku, berjuang dan berkorban demi mendapatkan aliran listrik PLN 24 jam, sebagai haknya selaku warga negara. Perjuangan panjang itu menemukan secercah terang. Pasalnya, awal tahun 2000, wilayah kepulauan di ujung Timur Pulau Madura, memperoleh pasokan listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD). Desa Pagerungan Kecil berada di Kecamatan Sapeken Kabupaten Sumenep Madura Jawa Timur.
Adalah Kepala Desa (Kades) Pagerungan Kecil (alm.) H. Muhammad Ali menjadi pencetus sekaligus pelopor pembangunan PLTD. Sebagai Kades, dia tidak rela bila warganya hidup tanpa penerangan listrik sepanjang hayatnya. Selazimnya penduduk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), masyarakat Pagerungan Kecil juga berhak mendapatkan hak yang sama sebagai warga negara. Apalagi warganya juga taat dan menaati kewajiban membayar pajak sebagai warga negara.
Atas kesadaran tersebut, Kades ini mengadakan rembuk desa bersama seluruh komponen masyarakat. Berdasarkan hasil musyawarah, terbentuklah Tim 10 (sepuluh) pada tahun 2000. Mereka yang aktif dalam tim 10, yaitu Mohammad Taufiq; Ali Zen (alm.); Syamsul Bahri; Umar; Hamdon; Nur Massese (alm.); Ali Arzam; Hafiz (alm.); Dailami dan Erfan Makmur (alm.).
Tim 10 ini berada dibawah komando Taufik. Keanggotaannya terdiri dari 10 orang. Tugas utamanya melakukan lobi-lobi ke pemerintah (Pemkab) Sumenep dan perusahaaan minyak ARCO Bali North Inc. Kemudian berubah nama menjadi BP Kangean Ltd. , sebelum menjadi Kangean Energy Indonesia (KEI) hingga kini. Tim 10 ini dibentuk untuk memudahkan koordinasi. Koordinasi dengan Pemkab dan ARCO Bali North Inc.
Fokus pekerjaan Tim 10 secara khusus mengusahakan berdirinya kelistrikan. Bagaimana agar Desa Pagerungan Kecil mendapat aliran listrik PLN.
Menurut Muhammad Taufiq, Ketua Tim 10, pihaknya langsung berkoordinasi dengan Comdev ARCO Bali North Inc. yang berubah nama menjadi BP Kangean Ltd, Pemkab Sumenep dan PLN Pamekasan. Setelah bolak-balik ke Kota Sumenep dan Pamekasan baru pada tahun 2002 dilakukan survei lapangan oleh PLN Pamekasan. Namun sebelum survei terlebih dahulu dilakukan pertemuan tiga komponen, yaitu publik Pagerungan Kecil, PLN Pamekasan dan Pemkab Sumenep.
Setelah pertemuan tersebut, ditindaklanjuti dengan pembangunan gardu induk PLTD pada tahun 2003. Luas lahan gardunya kurang lebih 20 meter x 20 meter per segi. Selanjutnya pada tahun 2005 mulai dipasang jaringan. Baru pada akhir tahun 2005 warga Pagerungan Kecil dapat menikmati listrik dari pembangkit diesel.
Pembangunan PLTD ini dapat terwujud atas prakarsa dan swadaya warga masyarakat dan beberapa pihak baik lembaga pemerintah, perusahaan dan perorangan, seperti Jakfar, pejabat Pemkab Sumenep.
Peran dan kiprah Jakfar turut diamini oleh Halilurrahman, Kades Pagerungan Kecil saat ini. Menurutnya, tim 10 banyak dibantu oleh Moh. Jakfar, mantan Kadis Perikanan Kabupaten Sumenep.
Walaupun demikian, bukan berarti proses pembangunan PLTD tanpa kendala. Kendala utama yang ditemui oleh Tim 10 saat menjalankan tugas adalah sulitnya membangun komunikasi. Apalagi, tambah Halilurahman, Desa Pagerungan Kecil berada di daerah kepulauan. Berada di wilayah Kabupaten Sumenep. Ujung timur Pulau Madura.
Untuk menuju Pagerungan Kecil, dapat ditempuh dengan perjalanan laut dan udara. Namun, bagi warga kebanyakan biasanya menggunakan transportasi kapal fery. Ada Kapal Sumekar, milik Pemkab Sumenep. Ada juga Kapal Perintis, milik Pemprov Jatim. Kapal Perintis berangkat dari pelabuhan Kalianget menuju ke Pulau Kangean. Perjalanan ini membutuhkan waktu tempuh kurang lebih 8-10 jam. Selanjutnya dari Kangean ke Pagerungan Kecil membutuhkan waktu sekitar 5 jam. Jadi total waktu yang dibutuhkan sekitar 15 jam.
Energindo pun menghubungi Jakfar, pria kelahiran Sapeken. Dia menuturkan, mulanya masyarakat Pagerungan Besar yang telah mendapat aliran listrik dari perusahaan minyak di Pagerungan. Nama perusahaannya saat itu ARCO Bali North Inc.
Padahal daerah Pagerungan Kecil termasuk satu ring dengan Pagerungan Besar karena jalur pipa gas perusahaan melewati Pagerungan Kecil. Selanjutnya dialirkan ke Gempol melewati perairan dangkal.
“Saat diketahui bahwa jalur pipa gas ARCO melewati daerah Pagerungan Kecil, warga masyarakat pun berkeinginan bagaimana agar daerahnya mendapat aliran listrik, seperti Pagerungan Besar,” kata Jakfar. Aspirasi masyarakat itu, kemudian dibawa ke Perusahaan.
Gayung pun bersambut. Keinginan warga direspon positif. Melalui dana Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan, dibangunlah PLTD. Pembangunannya dilakukan secara bertahap. “Dana awal sebesar Rp75.000.000 dibangun gardu induk. Ketika ada tambahan dana, dibelilah tiang-tiangnya. Setelah tiangnya tersedia, dicarilah kabel. Baik kabel-kabel sisa perusahaan dan kabel yang bisa dibeli dengan harga terjangkau. Setelah itu dibeli mesin dieselnya,” papar Jakfar. Begitulah tahapan pembangunan PLTD.
Selanjutnya, dicicil pembelian tiang listrik. “Kita beli tiang listriknya. Tapi harganya per batang sangat mahal, Rp 2.000,000. Kemudian dicari yang lebih terjangkau. Diperoleh harga yang lebih cocok, Rp 1.000.000 per batang. Pengangkutan tiang listriknya juga dibantu oleh perusahaan,” ungkap Jakfar. Proses pembangunan PLTD dikerjakan sendiri oleh masyarakat.
Jadi, tidak dipungkiri perubahan kehidupan warga Pagerungan Kecil tidak lepas dari kontribusi perusahaan hulu minyak dan gas bumi (Migas). Kangean Energy Indonesia (KEI) dan Pertamina dalam hal ini Pertamina Foundation berperan signifikan memberi edukasi dan mengimplementasikan Corporate Social and Responsibility (CSR) dari perusahaan migas.