Jakarta, Energindo.co.id – Menjadi diplomat, diakui Muhsin, sangat menyenangkan. Selain sesuai dengan yang dicita-citakan juga berkontribusi nyata, membangun dan membawa nama negara.
“Apalagi saat di PBB. Ada kebanggaan, kesenangan, kepuasan tersendiri ketika kita berbicara. Dan yang berbicara bukan Muhsin sebagai pribadi tetapi negara Indonesia, yang posisinya dititipkan pada kita. Inilah bentuk kepercayaan negara. Kepercayaan harus dibayar dengan dedikasi dan kerja keras untuk mengharumkan nama bangsa,” kata Muhsin Syihab, yang dilantik
sebagai Duta Besar (Dubes) RI untuk Kanada merangkap International Civil Aviation Organization (ICAO) oleh Presiden Prabowo Subianto pada Senin (24/3/2025) di Istana Negara Jakarta Pusat.
Apa yang diungkapkan oleh mantan Staf Ahli Menteri Luar Negeri bidang Hubungan Antarlembaga masuk akal. Pasalnya, torehan prestasi tersebut membuat diri Muhsin diselimuti beragam perasaan yang berkecamuk di dalam dadanya. Ada rasa gembira, haru, bangga, dan optimis. Semuanya positif.
Diketahui, tim kerja diplomat Indonesia, yang salah anggotanya adalah dirinya, berhasil menggolkan resolusi tentang woman and peace keaping (pasukan penjaga perdamaian perempuan) di Dewan Keamanan PBB pada tahun 2020 Resolusi ini menjadi resolusi pertama dalam sejarah Indonesia sejak menjadi Anggota Tidak Tetap Dewan Keamanan PBB.
Selain menjadi resolusi pertama Indonesia, ia menjadi resolus pertama Dewan Keamanan PBB yang membahas isu pasukan penjaga perdamaian perempuan. Padahal persoalan ini sebelumnya tidak terlalu menjadi perhatian dunia.
Sebagai catatan, Indonesia menjadi anggota Dewan Keamanan -2020 Indonesia sukses PBB empat kali. Baru pada periode 2019 mengeluarkan resolusi. Karena memang tidak mudah.
Benefit dikeluarkannya resolusi tersebut adalah memastikan ada kesetaraan penjaga penjaga perdamaian laki-laki dan perempuan serta enangani isu-isu lokal, tertentu dan yang berkaitan dengan perempuan.
Prestasi gemilang lainnya yang ditorehkan tim kerja diploma esia selain resolusi memerangi hal-hal berkaitan terorisme.
Lika-liku karir
Kesuksesan karir diplomat Muhsin dibangun tidak dalam waktu sekejap. Ada proses, perjuangan, bahkan pengorbanan.
Ketertarikan pada dunia diplomasi terbersit dibenak Muhsin sebelum masa kuliah di Jurusan Hubungan Internasional Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta. Tetapi diakui pula, Muhsin kecil bercita-cita menjadi dokter namun tidak kesampaian. Akhirnya mengejar cita cita menjadi diplomat.
“Pada saat itu saya banyak mengikuti dan membaca berita-berita luar negeri. Saya terkesima dengan performa (alm.) Bapak Muchtar Kusumaatmadja dan (alm.) Ali Alatas, Sebelum saya masuk di Kemenlu saya sangat terkesima ketika beliau-beliau menyampaikan pandangan pandangan tentang politik luar negeri di berbagai forum,” kenang pria kelahiran 5 Juni 1970 di Sumenep Madura ini.
Pada tahun 1989, Muhsin menempuh pendidikan tinggi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Jurusan Hubungan Internasional Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta. Saat itu, dinamika politik dalam negeri belum terlalu dinamis.
Terbetik pula dihati Muhsin bahwa berkarir sebagai Pegawa Negeri Sipil (PNS) identik dengan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKNL Kesan ini membuat dirinya agak terganggu untuk terus menggapai cita cita menjadi seorang diplomat. Pasalnya, profesi diplomat diharuskan menjadi PNS.
Pandangan Muhsin terhadap PNS dipengaruhi intensitas aktivitasnya sebagai aktivis yang berdiskusi dan mendengarkan berbagai pandangan dari para dosen dan mahasiswa senior di kampus. Mereka dikenal sebagai sosok dosen yang memiliki aced bilitas dan integritas sangat tinggi. Sebut saja, Prof Ichlasul Amal, Pro uchtar Mas’ud, Prof Amien Rais, (alm.) Prof Yahya Muhaimin dan tokoh-tokoh lainnya.
“Kegiatan diskusi di kelas dan sebajarnya ikut memengaruh persepsi saya pribadi tentang PNS yang pada waktu itu, anggapan saya identik dengan KKN. Sehingga sedikit menyurutkan niat saya untuk menjadi seorang diplomat,” terang Muhsin yang juga aktif di Forum Silaturahim Sumenep (FORSIP). Karena itu, masuk akal bila Muhsin muda berpikir ulang untuk meneruskan cita-citanya, jadi seorang diplomat.