PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) melakukan terobosan besar, dengan membangun proyek percontohan Green Hydrogen (Hidrogen Hijau) di Ulubelu, Kabupaten Tanggamus, Provinsi Lampung, sejak 9 September 2025. Pembangunan ini merupakan fasilitas pertama di dunia yang mengintegrasikan teknologi Anion Exchange Membrane (AEM) Electrolyzer dengan energi panas bumi sebagai sumber listrik bersih untuk memproduksi hidrogen hijau.
Hidrogen hijau Ulubelu adalah hidrogen yang dihasilkan melalui proses elektrolisis air menggunakan energi terbarukan panas bumi. Proses ini memisahkan molekul air (H2O) menjadi hidrogen (H2) dan oksigen (O2) tanpa emisi gas rumah kaca. Energi terbarukan menjamin produksi hidrogen ini bersih dan berkelanjutan. Green Hydrogen dianggap sebagai pembawa energi (energy carrier) yang potensial untuk masa depan. Ia memiliki densitas energi tinggi dan bisa disimpan untuk digunakan saat dibutuhkan.
Selain itu, hidrogen hijau Ulubelu menjadi langkah penting dalam dekarbonisasi sektor energi nasional. Jika dibandingkan dengan produksi grey hydrogen berbasis Steam Methane Reforming (SMR) yang menghasilkan emisi 12–14 kg CO₂ per kg H₂, maka hidrogen hijau berbasis panas bumi hanya menghasilkan sekitar 2 kg CO₂ per kg H₂.
Bahkan, ke depan, pengembangan hidrogen hijau juga mencakup hilirisasi green ammonia dan green methanol sebagai solusi energi masa depan. Amonia (NH3) adalah senyawa kimia yang terdiri dari satu atom nitrogen dan tiga atom hidrogen yang memiliki sifat dan aplikasi yang luas dalam berbagai bidang. Sedangkan metanol (CH3OH) adalah senyawa kimia yang merupakan alkohol paling sederhana, terdiri dari satu atom karbon, empat atom hidrogen, dan satu atom oksigen. Methanol bisa digunakan, salah satunya, sebagai energi alternatif.
Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Yuliot Tanjung, menyebutkan bahwa proyek ini bukan hanya pembangunan infrastruktur, melainkan juga laboratorium pengembangan hidrogen di Indonesia. “Pengalaman dari proyek ini akan menjadi best practice dan referensi untuk direplikasi di wilayah lain. Pemanfaatan panas bumi untuk memproduksi green hydrogen adalah langkah inovatif yang selaras dengan prioritas ketahanan energi nasional. Green Hydrogen diyakini akan menjadi game changer dalam transisi energi global,” jelas Yuliot.
Sementara itu, Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi/BKPM, Todotua Pasaribu, menegaskan dukungan penuh pemerintah dalam mendorong investasi energi hijau. “Kami percaya sinergi antara pemerintah, BUMN, swasta, dan mitra internasional adalah kunci keberhasilan transformasi energi nasional. Langkah ini sejalan dengan visi Indonesia Emas 2045 untuk menjadikan Indonesia sebagai negara yang berdaulat, maju, dan berkelanjutan,” ungkap Todotua.
Direktur Utama PT Pertamina Geothermal Energy Tbk, Julfi Hadi menekankan proyek hidrogen hijau merupakan langkah strategis PGE menuju beyond electricity. “Proyek ini menjadi bagian penting dari upaya PGE membangun ekosistem hidrogen hijau secara end-to-end, mulai dari produksi, distribusi, hingga pemanfaatannya untuk mendukung transisi menuju industri rendah karbon. Fasilitas ini tidak hanya sebagai pusat inovasi, tetapi juga model yang bisa direplikasi di wilayah kerja panas bumi lainnya, sekaligus membuka peluang percepatan off-grid solution untuk transportasi dan industri rendah karbon,” jelasnya penuh semangat.
Dalam kesempatan terpisah, pada acara Indonesia International Geothermal Convention & Exhibition (IIGCE) 2025 di Jakarta, Rabu (17/9), Direktur Utama PGE Tbk, Julfi Hadi, menjelaskan kepada Menteri ESDM Bahlil Lahadalia bahwa total belanja modal (CAPEX) untuk pembangunan Pilot Plant Green Hydrogen Ulubelu mencapai 3 juta USD. Investasi ini diarahkan untuk pengadaan teknologi electrolyzer berbasis Anion Exchange Membrane (AEM), pembangunan infrastruktur pendukung, serta kolaborasi dengan berbagai vendor teknologi energi hijau.
“Proyek ini menjadi bagian penting dari upaya PGE membangun ekosistem hidrogen hijau secara end-to-end, mulai dari produksi, distribusi, hingga pemanfaatannya untuk mendukung transisi menuju industri rendah karbon,” ungkap Direktur Utama PGE Tbk, Julfi Hadi, kepada Menteri ESDM.
Menanggapi pemaparan itu, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia, mengapresiasi langkah pionir Pertamina dalam memanfaatkan hidrogen sebagai pilar transisi energi menuju masa depan yang lebih bersih. Menurutnya, potensi hidrogen di Indonesia dapat menjadi energi hijau berdaya saing global yang berimplikasi langsung pada peningkatan investasi, penciptaan lapangan kerja, serta memperkuat posisi Indonesia dalam rantai pasok energi baru terbarukan dunia.
Tak lupa, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengingatkan bahwa bahwa proyek hidrogen hijau itu harus bermanfaat untuk rakyat, baik secara langsung maupun tidak langsung. “Yang terpenting juga, proyek itu harus berkontribusi nyata dalam pengurangan emisi karbon, menambah ekosistem energi baru terbarukan, serta mendorong pertumbuhan ekonomi daerah,” ungkapnya penuh pesan.
Vice President Corporate Communication PT Pertamina (Persero), Fadjar Djoko Santoso, saat peresmian proyek hidrogen hijau menjelaskan bahwa Pertamina mendorong inovasi energi transisi untuk ketahanan energi, guna mempercepat target swasembada energi nasional. “Panas bumi merupakan salah satu sumber energi yang berpotensi untuk terus dikembangkan di Indonesia, sejalan dengan cadangannya yang masih besar. Kami terus mencari peluang baru, serta aktif dalam mengembangkan ekosistem energi bersih ini,” tambahnya.
Berkaitan dengan pengembangan investasi dan penyerapan tenaga kerja, Fadjar menjelaskan bahwa proyek hidrogen hijau di Ulubelu melibatkan investasi signifikan serta menyerap tenaga kerja lintas bidang. “Proyek ini merupakan wujud bagaimana energi bersih membuka peluang baru. Selain mendukung target Net Zero Emission 2060, proyek ini juga menghadirkan multiplier effect berupa penciptaan lapangan kerja bagi masyarakat sekitar,” jelasnya seakan-akan menjawab pesan dari Kementerian ESDM.













































































