Kelangkaan pasokan gas yang terjadi di wilayah Jawa Barat dalam beberapa waktu terakhir kembali menegaskan adanya permasalahan dalam tata kelola gas nasional. Pada satu sisi neraca gas nasional dilaporkan dalam kondisi surplus, akan tetapi pada saat yang sama defisit pasokan gas terjadi di sejumlah wilayah. Kondisi tersebut terjadi karena belum terdapat pihak yang secara khusus (diamanatkan oleh Undang-Undang) untuk bertanggung jawab terhadap pengadaan dan pemenuhan gas untuk domestik.
Berdasarkan data, jika hanya mengandalkan pasokan eksisting pada Agustus 2025 wilayah Sumatera Tengah, Sumatera Selatan dan Jawa Barat mengalami shortage pasokan gas sekitar 130,90 BBTUD. Jika tidak terdapat tambahan pasokan dari sumber lainnya, shortage pasokan gas pada wilayah tersebut akan terus terjadi sampai dengan Desember 2025. Shortage pasokan gas pada wilayah Sumatera Tengah, Sumatera Selatan dan Jawa Barat selama September – Desember 2025 diproyeksikan mencapai sekitar 566,70 BBTUD.
Shortage pasokan gas pada beberapa wilayah di Indonesia pada umumnya disebabkan oleh beberapa faktor yang diantaranya (1) terjadi penurunan produksi/natural decline di hulu atau produksi gas oleh KKKS menurun; (2) terjadi unplanned shutdown pada pemasok gas; (3) terjadi pergeseran realisasi jadwal tambahan pasokan gas seperti mundurnya jadwal swap gas dan target onstream; dan (4) belum adanya komitmen alokasi LNG untuk menutup defisit gas pipa.
ReforMiner menilai untuk memperbaiki tata kelola gas nasional perlu dibentuk agregator dan integrator gas nasional seperti yang juga dilakukan oleh Malaysia dan Thailand. Tugas agregator dan integrator gas adalah bertanggung jawab terhadap pengadaan dan pemenuhan gas untuk domestik. Seluruh pasokan gas domestik dan LNG impor di Malaysia dikonsolidasikan oleh PETRONAS dan disalurkan melalui jaringan Peninsular Gas Utilisation (PGU) yang dioperasikan oleh PETRONAS Gas Berhad sebagai integrator infrastruktur. Sementara, peran aggregator di pasar gas Thailand dijalankan oleh PTT Public Company Limited (PTT PCL). Berdasarkan izin niaga dan transportasi gas dari ERC, PTT PCL berperan sebagai pemasok tunggal (single buyer) yang mengkonsolidasikan pasokan gas domestik, impor melalui pipa dari Myanmar, dan LNG impor.
Fungsi agregator gas pada dasarnya seperti BULOG di sektor pangan, memiliki posisi penting untuk melindungi kepentingan produsen dan konsumen. Pada saat produksi gas sedang melimpah agregator gas dapat menyerap produksi gas KKKS sehingga harga jual gas di hulu terjaga. Sementara ketika harga gas di pasar internasional tinggi agregator gas dapat melepas cadangan atau mengkonsolidasikan pasokan sehingga pengguna gas domestik dapat terhindar dari risiko kenaikan harga gas di pasar internasional.
Jika mengingat lebih dari 90 % pangsa pasar dan infrastruktur gas nasional dikuasai oleh Pertamina Group, pihak yang potensial dan logis untuk diberikan peran dan ditugaskan sebagai agregator dan integrator gas nasional adalah Pertamina terutama melalui PGN yang berperan sebagai Sub-Holding Gas Pertamina.