Jakarta, Energindo.co.id – Sekretariat Kabinet (Setkab) memiliki peran sentral dalam mengawal kebijakan Presiden dan pemerintahan. Selain melakukan manajemen atas bekerjanya Kementerian/Lembaga agar sesuai dengan arah kebijakan Presiden, juga merespon isu-isu yang berkembang serta meluruskannya. Pasalnya, melakukan manajemen maupun koordinasi dengan jajaran kabinet tidak semudah membalikkan tangan di tengah ego sektoral dari kementerian dan lembaga yang sangat kuat.
Demikian diungkapkan oleh Dr Bakir Ihsan, pengajar Ilmu Politik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Oleh sebab itu perlu penguatan kelembagaan Setkab selain Kementerian Sekretariat Negara (Setneg). Penguatan ini dipandang perlu mengingat Presiden terpilih Prabowo Subianto menekankan program reformasi politik, hukum, pemberantasan korupsi dan ekonomi.
Memperkuat Setkab menjadi semakin relevan jika kelembagaan KSP (Kepala Staf Kepresidenan) tidak ada lagi. Apalagi Moeldoko selaku KSP telah memasrahkan keberlanjutan lembaganya kepada Presiden terpilih, seperti dilansir detik.com “Jadi KSP ini sebuah lembaga non struktural ya, dan itu sangat tergantung dari pemimpin nasional, tergantung dari bapak Presiden, apakah dibentuk dengan nama yang sama atau juga bisa dibentuk dengan nama yang lain, atau bahkan juga tidak dibentuk,” ujar Moeldoko di kantornya di Jakarta Pusat, Rabu (2/10/2024).
Dengan demikian, Presiden perlu didukung oleh lembaga yang berada di lingkungan kepresidenan yang bertugas untuk memastikan semua program dan rencana kerja Presiden dapat berjalan dengan baik dalam tataran implementasi. Oleh sebab itu, kata Bakir, demi asas kesetaraan maka selain Setneg, tetap diperlukan keberadaan Setkab di lingkungan lembaga kepresidenan. “Idealnya memang antara Setkab dan Setneg dipisah untuk memperkuat pengawalan atas program-program Presiden terpilih,” kata Bakir pada Energindo, Kamis (10/10/2024) di Jakarta. Apalagi belakangan mencuat wacana Setkab akan diarahkan hanya menjadi salah Satuan Kerja (Satker) dari Kementerian Sekretariat Negara. Kebijakan ini cenderung ahistoris jika melihat sejarah kelembagaan Setkab, setidaknya dalam beberapa periode pemerintahan terakhir.
Sejarah Setkab
Seperti ditulis oleh Purnomo Sucipto, Deputi Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Sekretariat Kabinet, di situs setkab.go.id Setkab telah hadir di dalam praktik ketatanegaraan Indonesia beberapa hari setelah kemerdekaan Indonesia, yakni pada tanggal 2 September 1945. Bentuk lembaganya merupakan kelanjutan dari Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) sebagai pelaksanaan keputusan dari Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).
Pada saat itu, ditunjuk 12 orang sebagai menteri departemen dan 5 menteri negara. Sejak itu, Sekretariat Kabinet selalu ada dan menjadi bagian dari lembaga pemerintahan. Dapat disebutkan di sini, Sekretariat Kabinet ada di setiap pemerintahan, yakni pemerintahan Presiden Soekarno, pemerintahan Presiden Soeharto, pemerintahan Presiden Habibie, pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid, pemerintahan Presiden Megawati, pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, dan pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Dalam perjalanan sejarahnya, Sekretariat Kabinet selalu menjadi organisasi tersendiri yang terpisah dari kementerian atau lembaga lain. Namun, jabatan Sekretaris Kabinet beberapa kali dirangkap oleh Menteri Sekretaris Negara, diantaranya pada masa pemerintahan Presiden Megawati. Selebihnya, dipimpin oleh Sekretaris Kabinet sebagai pejabat setingkat menteri.
Pada pemerintahan Presiden Soeharto, pemimpinnya disebut menteri muda dengan Saadilah Mursjid sebagai menterinya. Keberadaan Sekretariat Kabinet secara tersendiri dipertahankan pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid, pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, dan pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Pejabat Sekretaris Kabinet pun silih berganti pada setiap pemerintahan dengan tokoh yang menonjol dan berpengaruh, seperti Hoegeng Imam Santoso, Sudharmono, Ismail Saleh, Moerdiono, Marsillam Simandjuntak, Mardzuki Darusman, Bambang Kesowo, Sudi Silalahi, Dipo Alam, Andi Widjajanto, dan Pramono Anung.
Tugas manajemen kabinet
Tugas yang diemban Setkab adalah memastikan para menteri bekerja sesuai dengan arah kebijakan presiden. Jika amanah tersebut kemudian hanya dilaksanakan oleh selevel Satker (pimpinan tertinggi Eselon I a) maka dipastikan akan tidak berjalan dengan baik.
Ditanbah lagi, seperti diungkapkan Bakir, banyak problem ego sektoral antar kementerian/lembaga dalam pelaksanaan suatu kebijakan ataupun proyek strategis pemerintah, yang selanjutnya dapat dilakukan penyelesaian oleh Sekretariat Kabinet.
Jika Satker dianggap sebagai wujud efisiensi agar tidak terlalu banyak jumlah menteri/pejabat setingkat menteri, maka Setkab idealnya tetap berdiri secara mandiri. Ia bukan bagian dari Satuan Kerja Kementerian Sekretariat Negara. Namun pejabatnya (Sekretaris Kabinet) dapat dirangkap oleh Menteri Sekretaris Negara (Menteri Sekretaris Negara/Sekretaris Kabinet). Praktik seperti ini pernah dilaksanakan pada periode kepresidenan sebelumnya (Bambang Kesowo: Sekretaris Negara/Sekretaris Kabinet; Muladi: Menteri Negara Sekretaris Negara/Sekretaris Kabinet; Sudaharmono: Menteri Sekretaris Negara/Sekretaris Kabinet).
Praktik yang berjalan selama ini, Setkab melaksanakan tugas manajemen kabinet. Hal ini sesuai dengan Pasal 2 dari Peraturan Presiden RI Nomor 55 Tahun 2020 tentang Sekretariat Kabinet, yaitu “Sekretariat Kabinet mempunyai tugas memberikan dukungan manajemen kabinet kepada Presiden dan Wakil Presiden dalam penyelenggaraan pemerintahan”.
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Sekretariat Kabinet menyelenggarakan fungsi, diantaranya yaitu melakukan pengkajian dan memberi rekomendasi atas rencana kebijakan dan program pemerintah; menyelesaikan masalah atas melaksanakan kebijakan dan program pemerintah yang mengalami hambatan; melakukan pemantauan, evaluasi, dan pengendalian atas pelaksanaan kebijakan dan program pemerintah; mengkaji dan memberi rekomendasi atas rencana kebijakan kementerian/lembaga dalam bentuk peraturan menteri/kepala lembaga yang perlumendapatkan persetujuan Presiden; menyampaikan rekomendasi atas hasil pengamatan dan penyerapan pandangan terhadap perkembangan umum; menyiapkan, pengadministrasian, menyelenggarakan, dan mengelola sidang kabinet, rapat, atau pertemuan yang dipimpin dan/atau dihadiri oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden, penyiapan naskah bagi Presiden dan/atau Wakil Presiden, pelaksanaan penerjemahan, serta penyelenggaraan hubungan kemasyarakatan dan keprotokolan, dll.
Bakir bukan sekadar berteori. Alumnus Program Paska Sarjana Ilmu Politik Universitas Indonesia (UI) ini pernah menjadi Staf Khusus Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di bawah koordinasi Kepala Sekretaris Kabinet Dipo Alam.
Pengalamannya mengordinasikan antara satu kementerian dengan kementerian dan/atau lembaga negara tidak mudah dilakukan. Ada beragam tantangan yang dihadapinya. Karena itu, sumberdaya manusia di Setkab merupakan sosok aktivis yang memiliki integritas juga mempunyai kualitas. Sebut saja Pak Dipo Alam dan Denny Indrayana (Staf Khusus Presiden SBY di bidang hukum) hingga Andi Arief (Staf Khusus Presiden SBY Bidang Bantuan Sosial dan Bencana).
Menurut Bakir, penguatan Setkab dapat dimulai dengan menata ulang strategi di dalam melakukan koordinasi dengan Kementerian/Lembaga agar masing-masing program di Kementerian/Lembaga tersebut dapat berjalan secara kolaboratif berfungsi dengan baik. “Dan yang tidak kalah pentingnya adalah bagaimana program-program tersebut dapat disampaikan ke publik. Dengan demikian, publik dapat mengetahui apa yang sedang/telah dan akan dikerjakan oleh masing-masing kementerian/lembaga. Serta memastikan publik dapat mengakses informasi tersebut sehingga dapat dikatakan ada pertisipasi dari publik. Baik untuk menyampaikan masukan, pertanyaan hingga kritik,” terang Bakir.
Dengan demikian Presiden, Kementerian dan lembaga betul-betul welcome dengan kritik, saran dan masukan publik. Fungsi ini dapat dibentuk di masing-masing kementerian dan lembaga yang berada di bawah koordinasi Setkab.
Lebih jauh Bakir mengungkapkan, sosok yang dapat dipilih untuk menjabat Menteri Sekretaris Kabinet adalah terpercaya Presiden. Seperti Bapak Praktikno, orang kepercayaan Presiden Joko Widodo. Atau Bapak Sudi Silalahi adalah kepercayaan Presidn SBY. “Fadli Zon orang lama kepercayaan Pak Prabowo. Ia pada periode awal Pemerintahan Jokowi menjadi wakil Ketua DPR. Fadli memang menjadi orang kepercayaan Prabowo sejak masih menjadi aktivis. Begitu juga Ahmad Riza Patria, mantan Wakil Gubernur DKI Jakarta, juga dapat dipertimbangkan jadi Sekretaris Kabinet. Jadi, salah satu dari keduanya bisa dipercaya mengemban amanah tersebut,” usul Bakir.
Apa yang diusulkan oleh Bakir ini sejalan dengan harapan sementara kalangan. Seskab ideal adalah institusi yang merupakan representasi Presiden dalam pelaksanaan manajemen kabinet. Pejabat Seskab merupakan sosok yang memiliki kedekatan dengan Presiden terpilih.
Jadi Setkab idealnya, tidak menjadi Satker dalam Kementerian Sekretariat Negara. Namun menjadi lembaga mandiri seperti yang berlangsung saat ini dengan tugas dan fungsi yang harus diperkuat. Semoga!