Jakarta, Energindo.co.id – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) kembali mengukuhkan lima Profesor Riset sebagai bentuk pengakuan tertinggi terhadap kiprah dan kontribusi ilmuwan Indonesia dalam menghasilkan riset strategis yang berdampak luas bagi masyarakat. Pengukuhan ini mempertegas komitmen BRIN dalam memperkuat ekosistem riset nasional yang berorientasi pada inovasi, kemandirian teknologi, dan pembangunan berkelanjutan.
Lima Profesor Riset yang dikukuhkan berasal dari beragam bidang strategis, yakni Energi Baru Terbarukandan energi baru terbarukan. Masing-masing akan memaparkan orasi ilmiah yang menyoroti solusi berbasis sains terhadap isu-isu nasional dan global seperti ketahanan pangan, kemandirian alat kesehatan, mitigasi perubahan iklim, penanggulangan wabah penyakit, serta transisi energi bersih.
Prof. Soni Solistia Wirawan, Bidang Energi Baru Terbarukan akan memaparkan risetnya mengenai pemanfaatan biofuel untuk mendukung transisi energi berkelanjutan di Indonesia. Penelitiannya berfokus pada peningkatan efisiensi produksi biodiesel dari berbagai bahan baku seperti minyak sawit, CFAD, PFAD, dan minyak limbah industri.
Ia juga mengembangkan teknologi proses produksi biodiesel tanpa katalis, pengurangan kadar air, serta studi kompatibilitas biodiesel terhadap mesin. Hasil riset ini berkontribusi langsung terhadap kebijakan energi nasional, termasuk penyusunan pedoman teknis penggunaan bahan bakar nabati hingga campuran B40. “Temuan ini memperkuat peran BRIN dalam mendukung transisi energi bersih dan kemandirian energi nasional,” ujar Soni.
Prof. Ridwan Rachmat, Bidang Teknologi Pascapanen Hasil Pertanian Tanaman Pangan. penelitiannya menyoroti pentingnya revitalisasi Penggilingan Padi Kecil (PPK) yang menjadi tulang punggung sistem perberasan nasional. Melalui risetnya, ia mengembangkan Teknologi Tepat Guna (TTG) seperti pengering berbahan bakar sekam, sistem pengering hybrid sel surya–zeolit, dan mesin pengupas tiga rol karet yang terbukti meningkatkan efisiensi dan mutu beras. “Teknologi ini telah diujicobakan di Karawang, Bekasi, dan Subang dengan hasil peningkatan rendemen beras serta pengurangan limbah melalui inovasi biopelet sekam–kayu,” kata Ridwan. Prof. Ridwan menegaskan arah pengembangan selanjutnya akan fokus pada digitalisasi proses penggilingan berbasis Internet of Things (IoT) dan Artificial Intelligence (AI) untuk menciptakan penggilingan padi cerdas dan berkelanjutan.
Prof. Masdalina Pane, Bidang Epidemiologi dan Biostatistik menyoroti pentingnya formulasi contact tracing yang efisien dan proporsional dalam penanganan wabah. Berdasarkan pengalaman pandemi COVID-19, ia menegaskan bahwa penelusuran kontak harus berbasis indikator epidemiologis dan manajerial yang jelas, agar efektif tanpa menimbulkan dampak sosial dan ekonomi berlebihan.
Risetnya menawarkan model kolaboratif multihelix yang melibatkan BNPB, Kementerian Kesehatan, akademisi, pelaku usaha, komunitas, dan media untuk memperkuat sistem deteksi dini wabah. “Pendekatan ini diharapkan memperkuat kesiapsiagaan nasional terhadap penyakit menular dan mempercepat capaian Indonesia Emas 2045 melalui kesehatan masyarakat yang tangguh,” ungkap Masdalina.
Prof. Bidhari Pidhatika, Bidang Material akan memaparkan inovasinya dalam pengembangan teknologi permukaan biomaterial cerdas (smart biomaterials) yang dapat beradaptasi secara molekuler terhadap lingkungan biologis tubuh. Risetnya menekankan pendekatan modifikasi permukaan dengan plasma, grafting polimer, dan Layer-by-Layer assembly guna meningkatkan biokompatibilitas dan keamanan biomaterial. Hasil riset ini telah diterapkan pada membran regeneratif gigi, material perawatan akar, dan bioplastik medis ramah lingkungan. Temuannya menjadi dasar penting bagi pengembangan biomaterial lokal dan penguatan industri alat kesehatan nasional yang mandiri dan berdaya saing tinggi.
Sementara itu, Prof. Abdul Hamid Bidang Budidaya Pertanian dan Konservasi, menunjukkan peran penting Taman Hutan Raya (Tahura) dalam mitigasi perubahan iklim dan penguatan ekonomi daerah. Melalui studi di Tahura Raden Soerjo (Jawa Timur), risetnya membuktikan potensi serapan karbon hingga 276.863 ton CO₂ per tahun dengan nilai ekonomi sekitar Rp 41,5 miliar melalui skema perdagangan karbon. Penelitiannya juga menekankan pentingnya penggunaan GIS, drone, dan sistem data spasial dalam pengelolaan Tahura, serta pelibatan masyarakat melalui model agroforestri dan energi mikrohidro untuk memperkuat ketahanan ekosistem dan kesejahteraan lokal.
Melalui pengukuhan lima Profesor Riset ini, BRIN menegaskan perannya sebagai lembaga riset nasional yang tidak hanya melahirkan inovasi, tetapi juga membangun ekosistem ilmu pengetahuan yang produktif, kolaboratif, dan berdampak nyata bagi masyarakat.









































































